Dear Mr. Man,
I'm a gnome
hiding in your garden...
I'm so tiny,
you can't even see me...
I'm a gnome
and you're my favourite human,
I talk about you
to the ladybugs and honey bees
all the time...
Early in the dawn
or when you're not around,
I write my love to you
with the morning dew...
I write it on your window
while holding on to your window sill...
I told story about you
to the butterfly that passed by,
told her about the first time I saw you,
about how my love pour down
from drizzle to rain...
I'm a gnome
and I like myself a lot,
tho since I saw you,
I spent quite a lot of time
wondering how it feels to be human...
Will you like me?
Will you like my red pointy hat too?
But it's okay,
as long as I can still see you
I know it's a good blissful day,
so I won't complain...
You're just 100 steps away...
I'm a gnome,
living in your garden...
I trim the bushes
and hose your flowers too...
You're my favourite human,
you make me smitten like a kitten...
Tho sometimes I wish I was a human
so I can watch TV with you
sitting side by side,
I learn to be grateful
and tell myself every day and night,
"As long as I can still see him,
all happy and alive,
I know I've been living a good gnomish life".
Hope to see you soon, Mr. Man...
I am optimistic because
your favourite movie is on HBO tonight.
Seal it with lavender scented love,
- Little Ms. Gnome-
Opération: ma billet doux
20120131
(D18) Si Bocah Dengan Tas Selempang Postman
Mungkin ini bukan surat cinta,
tapi izinkan saya menceritakan tentang
bocah umur 15 tahun yang dulu
adalah orang asing buat saya.
Yang menjemput saya pulang sekolah
ketika mama saya terlalu sibuk
untuk menjemput saya tepat waktu.
Umur saya 10 tahun waktu itu.
Tahun 1997.
"Jalan kaki ga apa-apa?"
Saya mengangguk,
padahal saya rasa dia tau kalau sebenernya
saya lebih suka jalan kaki daripada naik mobil.
Terkadang,
ketika saya malas pulang,
saya akan mengiyakan ajakannya
untuk menemaninya bekerja,
tempat A Hok,
papan bunga.
Bocah yang awalnya bahkan namanya saya tidak tau.
Menyenangkan rasanya,
melihat dia bekerja
sementara saya dan istri A hok
akan memotong ujung-ujung tangkai bunga
yang terlalu panjang.
Saya suka bagaimana ketika harus
mengantar papan bunga,
jendela truk pick-up itu terbuka
dan angin memainkan rambut saya.
Saya dan istri A hok duduk didepan.
Bocah itu dan A Hok berdiri dibelakang
dengan helm di kepala.
Untuk keamanan,
dalih istri A Hok.
Saya suka mencuri-curi pandang
melalui jendela tengah,
menatap bocah itu tertawa ketika bercanda.
Kagum?
Mungkin.
Umur 10 harusnya belum mengenal cinta.
Sesekali saya dan bocah itu
akan menggabungkan uang jajan kami.
Dia, Rp.25.000/minggu
dan saya,
Rp. 800/2 hari,
dan dengan sepedanya
kita akan berkeliling Medan raya
dan mutar-mutar kemana saja.
Sesekali berhenti untuk jajan,
rumusan wajibnya.
Kalau sisa uangnya masih banyak,
dia akan menawari beli ice cream Tip Top favorit saya.
"Buat kamu", katanya.
"Separoan", jawab saya,
dan kita makan berdua.
Apa yang membuat saya tertawa,
seakan-akan membuat dia bahagia.
Tidak pernah ada tempat yang terlalu jauh
untuk dia kayuh.
"Bisa tidak? Terlalu jauh?"
"Bisa!",
dan dia akan tersenyum lebar dan optimis,
seakan lupa dia harus menyimpan tenaga
untuk latihan basketnya.
Itu sehari-harinya.
Dan ketika sore menjelang,
dia akan mengantarkan saya les bahasa Inggris
sebelum dia latihan basket.
Dalam kelas,
sementara guru menjelaskan
saya selalu duduk tak tenang menunggu jam 6,
melihat si bocah dan sepedanya menunggu,
"Kemana kita sekarang?".
Hal-hal sederhana dengannya terasa begitu menarik,
mulai yang dari bermain TTS berdua,
atau membaca ensiklopedia tentang margasatwa.
Kalo saya minta,
dia akan mengayuhkan sepedanya membonceng saya
membeli Ba Pao tausa merk Kacamata.
Di jalan Selat Panjang,
entah apakah sekarang masih ada.
Sesuka-sukanya saya dengan malam,
bersamanya selalu tersimpan harap
malam tidak datang terlalu cepat.
Malam adalah dikala dia akan mengantar saya pulang,
dan dengan malu-malu bertanya pada saya,
"Mau dibonceng duduk depan?",
saya mengangguk pelan.
Tau kan,
di besi panjang bagian depan itu.
Dalam diam,
sesekali bahu saya akan bersentuhan dengan bahunya,
dan kita akan saling menatap dan tertawa
lalu kembali diam dengan wajah memerah.
Begitu lugunya kita.
Sampai didepan rumah,
saya tidak akan mengucapkan terima kasih
tapi sedikit jinjit dan menyentuh pipinya.
Tangan kanan.
Pipi kiri.
Sekali.
Itu cara saya berterima kasih tanpa bicara.
Oke..,
mungkin lebih ke cara saya
bilang sayang tanpa bicara.
Sementara dia akan menaruh tangannya
diatas kepala saya, tersenyum dan berkata,
"Jangan malam-malam tidurnya, pesek.."
"Iya jelek...",
tanpa dia tau semalaman saya tidak bisa tidur
karena ada dia di kepala saya.
Bocah 15 tahun
dengan tas selempang postman kebanggaannya.
Cinta monyet?
Mungkin. :)
tapi izinkan saya menceritakan tentang
bocah umur 15 tahun yang dulu
adalah orang asing buat saya.
Yang menjemput saya pulang sekolah
ketika mama saya terlalu sibuk
untuk menjemput saya tepat waktu.
Umur saya 10 tahun waktu itu.
Tahun 1997.
"Jalan kaki ga apa-apa?"
Saya mengangguk,
padahal saya rasa dia tau kalau sebenernya
saya lebih suka jalan kaki daripada naik mobil.
Terkadang,
ketika saya malas pulang,
saya akan mengiyakan ajakannya
untuk menemaninya bekerja,
tempat A Hok,
papan bunga.
Bocah yang awalnya bahkan namanya saya tidak tau.
Menyenangkan rasanya,
melihat dia bekerja
sementara saya dan istri A hok
akan memotong ujung-ujung tangkai bunga
yang terlalu panjang.
Saya suka bagaimana ketika harus
mengantar papan bunga,
jendela truk pick-up itu terbuka
dan angin memainkan rambut saya.
Saya dan istri A hok duduk didepan.
Bocah itu dan A Hok berdiri dibelakang
dengan helm di kepala.
Untuk keamanan,
dalih istri A Hok.
Saya suka mencuri-curi pandang
melalui jendela tengah,
menatap bocah itu tertawa ketika bercanda.
Kagum?
Mungkin.
Umur 10 harusnya belum mengenal cinta.
Sesekali saya dan bocah itu
akan menggabungkan uang jajan kami.
Dia, Rp.25.000/minggu
dan saya,
Rp. 800/2 hari,
dan dengan sepedanya
kita akan berkeliling Medan raya
dan mutar-mutar kemana saja.
Sesekali berhenti untuk jajan,
rumusan wajibnya.
Kalau sisa uangnya masih banyak,
dia akan menawari beli ice cream Tip Top favorit saya.
"Buat kamu", katanya.
"Separoan", jawab saya,
dan kita makan berdua.
Apa yang membuat saya tertawa,
seakan-akan membuat dia bahagia.
Tidak pernah ada tempat yang terlalu jauh
untuk dia kayuh.
"Bisa tidak? Terlalu jauh?"
"Bisa!",
dan dia akan tersenyum lebar dan optimis,
seakan lupa dia harus menyimpan tenaga
untuk latihan basketnya.
Itu sehari-harinya.
Dan ketika sore menjelang,
dia akan mengantarkan saya les bahasa Inggris
sebelum dia latihan basket.
Dalam kelas,
sementara guru menjelaskan
saya selalu duduk tak tenang menunggu jam 6,
melihat si bocah dan sepedanya menunggu,
"Kemana kita sekarang?".
Hal-hal sederhana dengannya terasa begitu menarik,
mulai yang dari bermain TTS berdua,
atau membaca ensiklopedia tentang margasatwa.
Kalo saya minta,
dia akan mengayuhkan sepedanya membonceng saya
membeli Ba Pao tausa merk Kacamata.
Di jalan Selat Panjang,
entah apakah sekarang masih ada.
Sesuka-sukanya saya dengan malam,
bersamanya selalu tersimpan harap
malam tidak datang terlalu cepat.
Malam adalah dikala dia akan mengantar saya pulang,
dan dengan malu-malu bertanya pada saya,
"Mau dibonceng duduk depan?",
saya mengangguk pelan.
Tau kan,
di besi panjang bagian depan itu.
Dalam diam,
sesekali bahu saya akan bersentuhan dengan bahunya,
dan kita akan saling menatap dan tertawa
lalu kembali diam dengan wajah memerah.
Begitu lugunya kita.
Sampai didepan rumah,
saya tidak akan mengucapkan terima kasih
tapi sedikit jinjit dan menyentuh pipinya.
Tangan kanan.
Pipi kiri.
Sekali.
Itu cara saya berterima kasih tanpa bicara.
Oke..,
mungkin lebih ke cara saya
bilang sayang tanpa bicara.
Sementara dia akan menaruh tangannya
diatas kepala saya, tersenyum dan berkata,
"Jangan malam-malam tidurnya, pesek.."
"Iya jelek...",
tanpa dia tau semalaman saya tidak bisa tidur
karena ada dia di kepala saya.
Bocah 15 tahun
dengan tas selempang postman kebanggaannya.
Cinta monyet?
Mungkin. :)
20120126
(D13) December 2009
Today,
I accidentally found this old letter.
We didn't make it
but it was a good memories
and we remain friends.. :)
Hey you sweetest thing,
writting you here to tell you how much I'll support you and everything that you do..., thru good time and bad time (tho i much preffered good time ;)...
Be strong and courageous and believe in the power of prayer and miracle, beside it's Christmas and it's time to be jolly...
There are times when life turn sour, but it won't be for long... So fight for the sweetness you've been craving for... Fight, and fight, and cry, bleed and fight again, don't stop.. I'm here to ease your pain so you won't feel much of it... Just keep on fighting like there's no tomorrow...
You know I'll support you and i love you to the moon and back and back again, I need nothing more. I'm content.
Cheer up asap kay.... Everythings gonna be alright..
PS: look forward for your million dollar smile :)
I accidentally found this old letter.
We didn't make it
but it was a good memories
and we remain friends.. :)
Hey you sweetest thing,
writting you here to tell you how much I'll support you and everything that you do..., thru good time and bad time (tho i much preffered good time ;)...
Be strong and courageous and believe in the power of prayer and miracle, beside it's Christmas and it's time to be jolly...
There are times when life turn sour, but it won't be for long... So fight for the sweetness you've been craving for... Fight, and fight, and cry, bleed and fight again, don't stop.. I'm here to ease your pain so you won't feel much of it... Just keep on fighting like there's no tomorrow...
You know I'll support you and i love you to the moon and back and back again, I need nothing more. I'm content.
Cheer up asap kay.... Everythings gonna be alright..
PS: look forward for your million dollar smile :)
20120125
(D12) Karena kamu yang paling tau...
Ceritakanlah padaku,
tentang warna pelangi,
tentang langkah yang belum aku lewati,
tentang padi yang belum disemai,
mungkin puncuk dahlia yang belum bersemi...
Karena kamu sudah melewati semua...
Karena kamu lebih mengerti
daripada apa yang kini aku pahami...
Ceritakanlah padaku,
tentang langit senja sebelum memerah,
tentang lima menit sebelum purnama,
tentang detak suara
dibalik cangkang telur
yang akan menetas pada waktunya...
Karena kita begitu berbeda..
Kita yang seakan lain dunia,
tapi hidupmu membuatku terkesima,
separuh kisahmu
yang terkumpul
dari patahan-patahan cerita
yang kurangkai dari apa yang ditemukan,
dan apa yang kamu uraikan...
Mainkanlah lagu baru untukku...
Untuk kali ini,
tanpa instrumen apapun,
tanpa genderang, tanpa gitar,
hanya kamu dan ceritamu...
Karena tanpa sadar kamu membantuku...
Untuk sekejap
kamu mengalihkanku dari poranda
yang ingin sesegera mungkin aku lewati lupakan...
Maka duduklah disini dan bercerita,
tentang padang rumput mencumbu angkasa,
atau desau ombak
yang menyapa bingkai jendelamu tiap subuh,
tentang apapun juga...
Duduklah seperti teman lama...
Dan berceritalah seperti pujangga,
seperti guruji yang bijaksana,
seperti selama ini aku memandangmu,
seperti selama ini aku menganggapmu...
Tanpa rasa berlebih,
dengan batas yang dibatasi...
Berceritalah...
tentang warna pelangi,
tentang langkah yang belum aku lewati,
tentang padi yang belum disemai,
mungkin puncuk dahlia yang belum bersemi...
Karena kamu sudah melewati semua...
Karena kamu lebih mengerti
daripada apa yang kini aku pahami...
Ceritakanlah padaku,
tentang langit senja sebelum memerah,
tentang lima menit sebelum purnama,
tentang detak suara
dibalik cangkang telur
yang akan menetas pada waktunya...
Karena kita begitu berbeda..
Kita yang seakan lain dunia,
tapi hidupmu membuatku terkesima,
separuh kisahmu
yang terkumpul
dari patahan-patahan cerita
yang kurangkai dari apa yang ditemukan,
dan apa yang kamu uraikan...
Mainkanlah lagu baru untukku...
Untuk kali ini,
tanpa instrumen apapun,
tanpa genderang, tanpa gitar,
hanya kamu dan ceritamu...
Karena tanpa sadar kamu membantuku...
Untuk sekejap
kamu mengalihkanku dari poranda
yang ingin sesegera mungkin aku lewati lupakan...
Maka duduklah disini dan bercerita,
tentang padang rumput mencumbu angkasa,
atau desau ombak
yang menyapa bingkai jendelamu tiap subuh,
tentang apapun juga...
Duduklah seperti teman lama...
Dan berceritalah seperti pujangga,
seperti guruji yang bijaksana,
seperti selama ini aku memandangmu,
seperti selama ini aku menganggapmu...
Tanpa rasa berlebih,
dengan batas yang dibatasi...
Berceritalah...
20120124
(D11) Divonne, vous avez mon coeur.
Dear Divonne,
apa kabarmu?
Masihkah ramah semua yang disana?
Masih dinginkah airnya?
Masih tampankah penjual buah dari Swiss
yang selalu hadir
di pasar Minggumu?
Masih lezatkah churros
buatan Madam yang disebelahnya?
Ah, Divonne,
kampungku dengan sejuta kenangan...
Aku yang masih berumur 17,
jatuh hati dengan dia yang berumur 21,
mahasiswa yang bekerja paruh waktu
menjadi tukang potong daging
di market bawah apartementku...
Namanya Luca...
Salah satu alasan utamaku
memperdalam bahasa Perancis...
Dia yang kelihatan begitu berbeda,
dengan rambut coklat berlapis emas,
mata hijau
dan tindikannya yang dimana-mana...
"Eye candy",
istilah kakakku...
Kepadanya pertama kali kutulis surat cinta...
Surat yang mungkin melakukan
terlalu banyak pelanggaran EYD
hingga dia tidak mengerti isinya...
Surat yang kutulis sepenuh hati
dibantu kamus Inggris - Perancis..
Surat ucapan selamat tinggal
sebelum aku pindah ke Roma...
Surat yang akhirnya sampai pada kakakku
yang dia mintakan bantu terjemahkan...
Yayaya,
urat malu saya sorak sorai hari itu...
Dear Divonne,
masih cantikkah kamu?
Masih megahkah Château de Divonne?
Suatu hari nanti,
aku akan kesana lagi,
aku janji...
Terlalu banyak kenangan
yang ingin aku ulangi,
dan masih belum ada lavender meringue
seenak di La Petite Chaumière...
Dear Divonne,
kalau ketemu Luca salam ya...
Tolong sampaikan padanya
aku masih belum fasih menulis surat cinta
dalam bahasa Perancis,
namun kalau ada pertanyaan,
tanya langsung saja padaku,
tidak apa-apa kalo akhirnya
kita berdua sama-sama gagu,
tidak usah bawa-bawa kakakku...
Aku malu...
Till then ya, Divonne...
Tu seras toujours dans mon coeur...
apa kabarmu?
Masihkah ramah semua yang disana?
Masih dinginkah airnya?
Masih tampankah penjual buah dari Swiss
yang selalu hadir
di pasar Minggumu?
Masih lezatkah churros
buatan Madam yang disebelahnya?
Ah, Divonne,
kampungku dengan sejuta kenangan...
Aku yang masih berumur 17,
jatuh hati dengan dia yang berumur 21,
mahasiswa yang bekerja paruh waktu
menjadi tukang potong daging
di market bawah apartementku...
Namanya Luca...
Salah satu alasan utamaku
memperdalam bahasa Perancis...
Dia yang kelihatan begitu berbeda,
dengan rambut coklat berlapis emas,
mata hijau
dan tindikannya yang dimana-mana...
"Eye candy",
istilah kakakku...
Kepadanya pertama kali kutulis surat cinta...
Surat yang mungkin melakukan
terlalu banyak pelanggaran EYD
hingga dia tidak mengerti isinya...
Surat yang kutulis sepenuh hati
dibantu kamus Inggris - Perancis..
Surat ucapan selamat tinggal
sebelum aku pindah ke Roma...
Surat yang akhirnya sampai pada kakakku
yang dia mintakan bantu terjemahkan...
Yayaya,
urat malu saya sorak sorai hari itu...
Dear Divonne,
masih cantikkah kamu?
Masih megahkah Château de Divonne?
Suatu hari nanti,
aku akan kesana lagi,
aku janji...
Terlalu banyak kenangan
yang ingin aku ulangi,
dan masih belum ada lavender meringue
seenak di La Petite Chaumière...
Dear Divonne,
kalau ketemu Luca salam ya...
Tolong sampaikan padanya
aku masih belum fasih menulis surat cinta
dalam bahasa Perancis,
namun kalau ada pertanyaan,
tanya langsung saja padaku,
tidak apa-apa kalo akhirnya
kita berdua sama-sama gagu,
tidak usah bawa-bawa kakakku...
Aku malu...
Till then ya, Divonne...
Tu seras toujours dans mon coeur...
20120123
(D10) Dear Denny
Dear Denny,
aku rindu...
Banyak yang berubah semenjak kamu ga ada...
Kebanyakan kami memilih untuk berpikir kamu meninggal
daripada menghadapi kenyataan yang sebenarnya...
Sesunguhnya,
saat kematian menjadi opsi yang lebih baik
untuk mengingat kepergian seseorang,
kamu tau bagaimana parahnya kenyataan itu...
Aku mencoba untuk berhenti membayangkan wajahmu dikepalaku.
Semenit pertama,
kamu seperti orang asing buatku,
hatiku beku...
Menit kedua pelan-pelan aku ingat semua,
dan kebas menjadi perih,
tidak lama bayanganmu buyar
seperti riak air yang dilempar kerikil.
Aku yang lempar.
Dear Denny,
sampai hari ini aku tidak mengerti
bagaimana manusia bisa sekejam itu,
mempermainkan hidup orang lain...
Hari ini,
aku bermain cantik, Den...
Semua aku mulai dengan kejujuran,
dengan transparant...
Aku tidak menutup mata mereka dari kenyataan
agar aku bisa mendapatkan kepunyaan mereka
yang ingin aku miliki.
Dan mereka punya kebebasan untuk memilih,
untuk tinggal,
atau pergi...
Karena hati manusia bukan mainan, Den...
Dear Denny,
apa yang kita miliki dulu,
seumpama istana pasir yang dibangun
megah dengan detail dan segala isinya...
Istimewa,
namun palsu.
Kalau benar dunia pararel itu ada,
semoga cerita tentang kita jauh berbeda
atau mungkin yang terbaik,
kamu dan aku,
tidak pernah bertemu saja..
Karena menjadi pahit itu melelahkan...
Aku masih menyimpan semuanya, Den...
Email dan foto-foto yang kamu kirimkan,
forwardan email dari teman dan kolegamu,
dan terkadang,
ketika aku membacanya,
hatiku menyeringai tak percaya...
Luar biasa, luar biasa...
Sungguhan Raja...
Raja Penipu.
Permainan apik, Den,
yang dimainkan siapapun itu namanya
yang mengambil kamu dariku.
Dan ironis bagaimana setelah semuanya,
masih begitu yakin
pintu akan terbuka
dan aku diciptakan khusus untuknya.
Aku diciptakan bukan untuk siapa-siapa.
Aku diciptakan,
dengan kebebasan memilih aku ingin dengan siapa.
Lihat, Den,
bahkan Tuhan memberikanku kesempatan
untuk memilih...
Kenapa siapapun namanya itu
bermain tuhan kecil dan merampas hakku?
Dear Denny,
kami semua merindukanmu...
Kamu yang sempat dekat di hati,
hatiku dan hati mereka...
Bagaimana kisah tentangmu seperti sesuatu yang indah
namun dibalik semuanya tersimpan rahasia kotor
masih berat untuk dicerna dan diterima...
Tapi begitulah kenyataan yang ada,
dan setelah sekian lama disuguhkan mimpi palsu berlapis madu,
aku jauh lebih memilih kenyataan ini.
Akhirnya terlepas dari jerat tak pasti
dan memiliki kesempatan memilih dimana aku berdiri
dan kemana aku harus pergi.
Sudah ya, Den,
aku tidak tau mau menulis apa lagi...
Semua tulisan ini dimulai dengan rindu
dan sepertinya diakhiri dengan keputus-asaan..
Aku tidak putus asa.
Cuma pahit.
Dan aku ingin berkata,
“Jaga diri baik-baik ya Den...”,
namun apa gunanya,
toh,
kamu sudah meninggal...
Ya kan Den?
aku rindu...
Banyak yang berubah semenjak kamu ga ada...
Kebanyakan kami memilih untuk berpikir kamu meninggal
daripada menghadapi kenyataan yang sebenarnya...
Sesunguhnya,
saat kematian menjadi opsi yang lebih baik
untuk mengingat kepergian seseorang,
kamu tau bagaimana parahnya kenyataan itu...
Aku mencoba untuk berhenti membayangkan wajahmu dikepalaku.
Semenit pertama,
kamu seperti orang asing buatku,
hatiku beku...
Menit kedua pelan-pelan aku ingat semua,
dan kebas menjadi perih,
tidak lama bayanganmu buyar
seperti riak air yang dilempar kerikil.
Aku yang lempar.
Dear Denny,
sampai hari ini aku tidak mengerti
bagaimana manusia bisa sekejam itu,
mempermainkan hidup orang lain...
Hari ini,
aku bermain cantik, Den...
Semua aku mulai dengan kejujuran,
dengan transparant...
Aku tidak menutup mata mereka dari kenyataan
agar aku bisa mendapatkan kepunyaan mereka
yang ingin aku miliki.
Dan mereka punya kebebasan untuk memilih,
untuk tinggal,
atau pergi...
Karena hati manusia bukan mainan, Den...
Dear Denny,
apa yang kita miliki dulu,
seumpama istana pasir yang dibangun
megah dengan detail dan segala isinya...
Istimewa,
namun palsu.
Kalau benar dunia pararel itu ada,
semoga cerita tentang kita jauh berbeda
atau mungkin yang terbaik,
kamu dan aku,
tidak pernah bertemu saja..
Karena menjadi pahit itu melelahkan...
Aku masih menyimpan semuanya, Den...
Email dan foto-foto yang kamu kirimkan,
forwardan email dari teman dan kolegamu,
dan terkadang,
ketika aku membacanya,
hatiku menyeringai tak percaya...
Luar biasa, luar biasa...
Sungguhan Raja...
Raja Penipu.
Permainan apik, Den,
yang dimainkan siapapun itu namanya
yang mengambil kamu dariku.
Dan ironis bagaimana setelah semuanya,
masih begitu yakin
pintu akan terbuka
dan aku diciptakan khusus untuknya.
Aku diciptakan bukan untuk siapa-siapa.
Aku diciptakan,
dengan kebebasan memilih aku ingin dengan siapa.
Lihat, Den,
bahkan Tuhan memberikanku kesempatan
untuk memilih...
Kenapa siapapun namanya itu
bermain tuhan kecil dan merampas hakku?
Dear Denny,
kami semua merindukanmu...
Kamu yang sempat dekat di hati,
hatiku dan hati mereka...
Bagaimana kisah tentangmu seperti sesuatu yang indah
namun dibalik semuanya tersimpan rahasia kotor
masih berat untuk dicerna dan diterima...
Tapi begitulah kenyataan yang ada,
dan setelah sekian lama disuguhkan mimpi palsu berlapis madu,
aku jauh lebih memilih kenyataan ini.
Akhirnya terlepas dari jerat tak pasti
dan memiliki kesempatan memilih dimana aku berdiri
dan kemana aku harus pergi.
Sudah ya, Den,
aku tidak tau mau menulis apa lagi...
Semua tulisan ini dimulai dengan rindu
dan sepertinya diakhiri dengan keputus-asaan..
Aku tidak putus asa.
Cuma pahit.
Dan aku ingin berkata,
“Jaga diri baik-baik ya Den...”,
namun apa gunanya,
toh,
kamu sudah meninggal...
Ya kan Den?
20120122
(D9) Antara kamu, aku dan cinta.
Aku mencintaimu
dalam utuh dan usang.
Dalam diammu yang bergaung kata cinta,
membahana dalam jantungku,
berusaha memperdengarkan riakmu...
Aku begitu mencintaimu,
kuselingkuhi ketakutanku
dan hari demi hari,
aku hitung dengan jari...
Apa peganganku
selain janji yang kamu ucapkan
dan pendirian yang kuteguhkan?
Hitam diatas putih seakan tidak relevan,
atau mungkin cinta yang membuatku tidak relevan.
Aku membutuhkanmu bernafas, sehat,
dan ketika kamu dilanda resah amarah,
tidakkah mereka menjamahku juga...
Seakan,
aku menjadi abdi dalammu,
ambil bagian dalam rasamu.
Aku mencintaimu begitu kuat
hingga dalam katupan mata
tersentuh bibirmu,
terengkuh ragamu
dan terhirup aromamu.
Setiap membran dalammu,
ada dalamku.
Aku mencintaimu dalam kasih,
dalam pasrah dan permohonan...
Mencintaimu dalam ikhlas,
mencintaimu dalam damai.
Aku mencintaimu dalam ekspektasi tinggi
yang kuredam rendah tiap pagi,
dalam kekhawatiran
yang kubungkam,
dalam perih dan nikmat bertautan.
Dan jika ingin kuteruskan,
mencintaimu seperti seni
yang tidak mungkin berhenti aku lukiskan.
Aku,
adalah perempuan yang mencintaimu berkepanjangan,
tanpa berhenti,
dengan dalam yang bertambah 2 senti setiap hari.
Antara kamu, aku dan cinta,
terhubung rasaku,
yang mencintaimu.
dalam utuh dan usang.
Dalam diammu yang bergaung kata cinta,
membahana dalam jantungku,
berusaha memperdengarkan riakmu...
Aku begitu mencintaimu,
kuselingkuhi ketakutanku
dan hari demi hari,
aku hitung dengan jari...
Apa peganganku
selain janji yang kamu ucapkan
dan pendirian yang kuteguhkan?
Hitam diatas putih seakan tidak relevan,
atau mungkin cinta yang membuatku tidak relevan.
Aku membutuhkanmu bernafas, sehat,
dan ketika kamu dilanda resah amarah,
tidakkah mereka menjamahku juga...
Seakan,
aku menjadi abdi dalammu,
ambil bagian dalam rasamu.
Aku mencintaimu begitu kuat
hingga dalam katupan mata
tersentuh bibirmu,
terengkuh ragamu
dan terhirup aromamu.
Setiap membran dalammu,
ada dalamku.
Aku mencintaimu dalam kasih,
dalam pasrah dan permohonan...
Mencintaimu dalam ikhlas,
mencintaimu dalam damai.
Aku mencintaimu dalam ekspektasi tinggi
yang kuredam rendah tiap pagi,
dalam kekhawatiran
yang kubungkam,
dalam perih dan nikmat bertautan.
Dan jika ingin kuteruskan,
mencintaimu seperti seni
yang tidak mungkin berhenti aku lukiskan.
Aku,
adalah perempuan yang mencintaimu berkepanjangan,
tanpa berhenti,
dengan dalam yang bertambah 2 senti setiap hari.
Antara kamu, aku dan cinta,
terhubung rasaku,
yang mencintaimu.
20120121
(D8) Not you.
Talk like you,
act like you,
breath like you
but he's not you..
And I miss you,
stupid stupid you..
Why do you have to be so hard?
And I miss you so..
So much so..
He dance nothing like you
and smile nothing like you
and he can't make me laugh
like you do,
And I miss you,
so much so,
You stupid face,
why'd you make it so hard?
Sitting side by side,
I wish he was you..
and the feeling's linger,
don't you feel it too?
Don't you miss me too?
Why'd you make it so hard?
I wish we could understand
what is wrong..
God,
I missed you today,
still miss you tonight...
act like you,
breath like you
but he's not you..
And I miss you,
stupid stupid you..
Why do you have to be so hard?
And I miss you so..
So much so..
He dance nothing like you
and smile nothing like you
and he can't make me laugh
like you do,
And I miss you,
so much so,
You stupid face,
why'd you make it so hard?
Sitting side by side,
I wish he was you..
and the feeling's linger,
don't you feel it too?
Don't you miss me too?
Why'd you make it so hard?
I wish we could understand
what is wrong..
God,
I missed you today,
still miss you tonight...
20120120
(D7) Kangen
Teruntuk kamu yang disana,
taukah kamu apa yang menyatukan kita?
Apa yang mampu menjadi perekat
untuk aku dan kamu menghabiskan waktu bersama,
cukup berdua…
Kadang aku berharap untuk tau isi hatimu,
mengerti kearah mata angin apa pandanganmu,
agar aku tidak gegabah,
agar tidak labil aku melangkah…
Aku kangen, dasar kamu bodoh…
Aku kangen,
dan aku ingin berlari, menghampas kedalam pelukanmu
lalu memberikan sekali dua kali cubitan…
Dasar kamu bodoh bodoh bodoh,
aku rindu,
rindu sekali,
tapi kamu tidak mengerti apa rasaku…
Aku, merindu dalam sepi..
taukah kamu apa yang menyatukan kita?
Apa yang mampu menjadi perekat
untuk aku dan kamu menghabiskan waktu bersama,
cukup berdua…
Kadang aku berharap untuk tau isi hatimu,
mengerti kearah mata angin apa pandanganmu,
agar aku tidak gegabah,
agar tidak labil aku melangkah…
Aku kangen, dasar kamu bodoh…
Aku kangen,
dan aku ingin berlari, menghampas kedalam pelukanmu
lalu memberikan sekali dua kali cubitan…
Dasar kamu bodoh bodoh bodoh,
aku rindu,
rindu sekali,
tapi kamu tidak mengerti apa rasaku…
Aku, merindu dalam sepi..
(D-6) Aku mencintaimu dengan sederhana
Aku mencintaimu dalam konotasi
yang begitu sederhana.
Tidak bertele-tele,
dan tidak butuh selamanya
untuk dijabar.
Aku mencintaimu,
sedalamnya aku terlupa
akan pijakan tanahku.
Aku mencintaimu dalam senyap.
Ketika malam merayap,
dan seharusnya mimpi mengecap,
aku menghanyutkan diri memikirkanmu,
melafalkan doa tentang kita.
Aku mencintaimu dalam cemburu,
seakan tidak rela ada mereka sebelumku,
dan tidak rela ada yang menyentuhmu
dan masih menginginkanmu.
Aku mencintaimu dalam utuh.
Selengkapnya kamu,
aku mau.
Aku mencintaimu,
dalam jauh dan dekat,
bingar kota dan sepi desa,
ajak aku,
dan aku akan kesana.
Aku mencintaimu dalam harapan,
dan doa,
dalam mawas,
dan tanda tanya,
dalam berani
dan ketakutanku sendiri.
Tapi aku tidak akan lari.
Karena aku mencintaimu.
Aku tetap disini.
yang begitu sederhana.
Tidak bertele-tele,
dan tidak butuh selamanya
untuk dijabar.
Aku mencintaimu,
sedalamnya aku terlupa
akan pijakan tanahku.
Aku mencintaimu dalam senyap.
Ketika malam merayap,
dan seharusnya mimpi mengecap,
aku menghanyutkan diri memikirkanmu,
melafalkan doa tentang kita.
Aku mencintaimu dalam cemburu,
seakan tidak rela ada mereka sebelumku,
dan tidak rela ada yang menyentuhmu
dan masih menginginkanmu.
Aku mencintaimu dalam utuh.
Selengkapnya kamu,
aku mau.
Aku mencintaimu,
dalam jauh dan dekat,
bingar kota dan sepi desa,
ajak aku,
dan aku akan kesana.
Aku mencintaimu dalam harapan,
dan doa,
dalam mawas,
dan tanda tanya,
dalam berani
dan ketakutanku sendiri.
Tapi aku tidak akan lari.
Karena aku mencintaimu.
Aku tetap disini.
Subscribe to:
Posts (Atom)